Aku dan Jogjakarta.

“Penumpang yang kami hormati, sesaat lagi kereta api Kahuripan dengan rute Stasiun Bandung menuju Stasiun Tugu Jogja akan segera sampai. Segera periksa barang pribadi anda sebelum meninggalkan kursi. Terima kasih.”

Suara yang tidak asing itu berbunyi. Membuat semua orang yang berada di KA Kahuripan beranjak dari kursi penumpang. Lain halnya denganku yang masih asyik memutar lagu SuperM-Tiger Inside dan sesekali mencoba untuk menyanyikan bagian rap Mark Lee yang konon katanya semua temanku di Bandung mengatakan bahwa suaraku dan wajahku mirip dengannya.

Ketika aku merasa hiruk pikuk penumpang sudah tidak seramai tadi, aku segera beranjak. Mengambil koperku diatas kabin dan meraih tas ranselku lalu meninggalkan gerbong kereta dan keluar dari stasiun.

Oh iya, aku belum mengenalkan diriku. Namaku Rajendra Laksmana Bumantara. Seluruh temanku di Bandung memanggilku dengan panggilan Tara sedangkan keluarga dan orang dekat memanggilku Rajen.

Kini aku berada didepan stasiun sembari mencari dimana saudaraku yang menjemput berada. Aku membuka chattinganku dengannya hingga akhirnya aku terkejut karena tepukan di bahu.

“Kak Dika ngajak gelut lu ya?” Dia Senandika Bumantara, kakak sepupuku yang kini kuliah di Jogjakarta. Aku menatapnya dari atas hingga bawah. Tidak ada yang berubah, hanya rambutnya yang hampir panjang serta ditubuhnya terhias beberapa tattoo.

“Ayo Jen, tak ajak ke kosanku wae ya. Soale mamamu nyuruh aku nyari kosan nggo kamu,” (Ayo Jen, gua ajak ke kosan aja ya. Soalnya mamamu nyuruh aku nyari kosan buat kamu)

Aku mengiyakan saja perkataannya lalu segera mengikutinya menuju taksi online yang telah ia pesan. Aku memasukan koperku kedalam bagasi lalu masuk kedalam mobil tersebut.

“Oh iya Jen lupa mau ngomong. Selamat datang di kota Jogjakarta, kotanya para pelajar. Hati-hati kamu bisa kepincut sama cewe anak Stella Duce atau malah kepincut cowo cantiknya De Britto,” ucap Senandika sembari terkekeh.

Taksipun berhenti disalah satu rumah. Senandika melepaskan seatbeltnya dan keluar dari mobil. Aku segera mengikutinya keluar. Tak lupa pula aku mengambil koperku didalam bagasi dan berjalan mengikutinya masuk kedalam rumah tersebut.

“Eh Mas Babas, ngopo mas?” (Eh Mas Babas, ngapain mas?) tanya Senandika ke orang yang aku tidak mengenalinya.

“Oh iya mas lupa, kenalin ki Rajendra sing meh tinggal di kosan. Jen, kenalin nih Mas Bastiaan yang punya kosan.” Aku segera menjabat tangan Bastiaan sembari memperkenalkan diriku.

“Bastiaan, panggil aja Babas,” “Rajendra panggil aja Rajen,”

“Dah yak sing kenalan, yok Jen masuk. Tak ajak kenalan sama anak kosan lain,” ucap Senandika sembari masuk kedalam kosan. Aku segera berpamitan kepada Bastiaan lalu mengikuti Senandika memasuki kosan.