Bintang Utara dan Timur Laut
Bibirku setia mengerucut dan tanganku asyik mencoret-coret gambar Samudera dengan pensil. Sebal saja rasanya, kenapa pria itu selalu saja menarik ulur perasaanku beberapa bulan akhir ini.
“Sorry, saya kelamaan ya? Makan dulu ini. Kita nanti mau naik tangga ke puncak twin tower sana.” Sosok sebal itu datang, membawa satu bungkus roti yang nampak sekilas mirip dengan croissant. Tapi tunggu, apa ini?
Samudera tertawa, sepertinya ia menertawakan ekspresiku yang penuh tanya ketika melihat makanan yang ia bawa itu. Ia menjulurkan satu tangannya, menunjukkan bagaimana isi dari roti yang sama tapi telah ia gigit.
“Ini namanya Franzbrötchen, kalau orang kebanyakan ngira ini cinnamon roll karena dia juga dipanggang sama butter and cinnamon, but look! It's your favorite flavor, chocolate. Coba saja dulu,” jelas Samudera yang membuatku langsung menerima dan melahap makanan itu, merasakan bagaimana rasa kayu manis berpadu dengan cokelat serta lembutnya roti. Iya, tak salah lagi, rasanya aku sedang memakan cinnamon roll.
“Saya mau ajak kamu ke sana. Mau kan lihat Munich di ketinggian?”
Aku mengangguk, menghabiskan santapan terakhir roti yang kata Samudera sering disajikan sebagai menu sarapan menemani kopi itu hingga habis, lantas mengikuti langkah Samudera memasuki gedung yang nampak seperti bangunan kuno khas kerajaan Inggris.
“Masih kuat?” tanya Samudera ketika melihat Cassiopeia merasa kelelahan menaiki setiap anak tangga. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk menggendong Cassiopeia dan mengajak gadis itu ke salah satu lift yang alhasil langsung diberi hadiah sebuah toyoran sang gadis.
“Kenapa gak daritadi?”
“Sengaja, katanya asyik kalau naik tangga. Mending naik tangga aja deh.” Samudera terkekeh, membawa Cassiopeia menaiki anak tangga menuju puncak yang menjadi ikon wisata karena keindahannya.
“Sekarang coba kamu ceritain tentang Willi yang kamu kesalkan dari kemarin.” Cassiopeia merasa diberi mikrofon oleh pemuda itu, membuatnya terus mengoceh sebal tentang seseorang bernama Willi.
“Pokoknya gak adil, aku disuruh kerja rodi, tapi anak baru lainnya malah diajak makan malam sama dia.”
“Terus tentang turnamen yang bulan lalu kamu ceritakan ke saya itu bagaimana nasibnya?”
“Gara-gara Willi lagi, aku ditaruh sama dia di pilihan terakhir, jadi cadangan kalau ada anggota inti yang mengundurkan diri. Masalahnya aku gak tahu mereka kapan mundurnya!” Samudera menurunkan tubuh Cassiopeia. Menghentikan omelan gadis di depannya menjadi sebuah gumaman yang penuh takjub. Langit menjingga, burung-burung yang mulai berterbangan kembali ke sarang. Segalanya sangatlah indah, membuat gadis itu tak dapat berkata apa-apa.
“Kalau di Indonesia kayaknya harus ke daerah Bandung deh ....”
“Gak juga, rumah saya yang sekarang ini pemandangan kanan kirinya gunung kok. Tapi, bakal biasa saja. Karena saya mau bicara sesuatu sama kamu, Cas.” Samudera melepaskan kalung yang dari kemarin melingkar di lehernya. Mengangkat benda itu hingga menghalangi pandangnya kepada gadis yang ia cintai.
“Biarkan Frauenkriche menjadi saksi bahwa saya, Samudera Timoer sudah mencintai Cassiopeia sejak pertemuan kita di Eramus Huis. Kamu mau tidak menjadi seseorang yang selalu menjadi orang pertama di urusan apapun, Cassiopeia Kalandra?” Gadis itu hanya mematung, ia tak tahu hendak menjawab apa hingga akhirnya kepalanya yang memberikan jawaban. Ia mengangguk, membuat Samudera langsung mengalungkan benda berwarna sliver itu ke leher Cassiopeia dan menarik gadis itu kepelukannya.
“Sebenarnya saya sudah nembak kamu pas kejadian dikejar Intan, tapi kayaknya kamu tidak mendengar apapun.”
Cassiopeia menatap lekat-lekat kalung yang ia kenakan, sebuah tulisan terurkir di dalam cincin berbahan dasar emas putih dengan hiasan permata sebagai pemanis.
“Artinya apa ini?”
Samudera melirik, ia tahu pasti Cassiopeia menanyakan hal itu. Ia akhirnya menjawab dengan sangat sederhana, “Cassiopeia, itu adalah konstelasi bintang yang berada di langit Utara. Sedangkan Papa saya dahulu memberikan saya nama Samudera Timoer karena terinspirasi dengan kata timur laut. Saya tulis begitu saja biar lebih cepat. Bintang Utara dan Timur Laut.”
Samudera membuang napas, merasa lega setelah dua bulan hubungan mereka tak tahu kemana, akhirnya ia dapat menyatakan secara langsung dan didengar dengan gadis yang ia cintai itu.
“Pulang yuk, keburu malam nanti.”