Birthday

Jiza menarik tubuh Margareth untuk masuk ke gudang penyimpanan alat. Wanita itu terus memberontak dan akhirnya membuat Arga membungkam mulutnya.

“Mami, diem dulu please. Kita lagi telepon Papanya Chesna.”

Tepat di pukul dua belas, suara pintu terbuka dengan sangat ngeri bagaikan film horor yang sering mereka lihat di malam minggu. Membuat kedelapan pemuda berserta Margareth terdiam dan memasang telinga. Namun, hanya kesunyian dan suara jangkrik yang menjawab seluruh pertanyaan mereka.

“Gue mau cek du—” Baru saja Aheng hendak membuka pintu, suara tangisan terdengar dengan sangat jelas. Membuat mereka heran dan melihat jam tangan.

“Ini Papanya Chesna mana sih?”

“Ya udah, kita keluar aja dulu. Sumpek ini bray,” protes Bagas yang membuat mereka mulai keluar dan menyelaraskan nada slendro dan pelog mereka dengan nyanyian selamat ulang tahun.

Di sana, terdapat Seli, Margareth, dan Luci yang merekam kejutan ini.

“Lu pada gak lucu sih anjing,” umpat Chesna yang masih mengusap air matanya kasar. Lilin yang ada di ponsel Aheng telah padam dan kini mereka tengah memeluk Chesna yang setia menangis. Entah apa yang Chesna alami sebelumnya, namun pemuda itu masih menangis.

“Lo tadi kenapa deh, Ches?” tanya Arjuna yang membuat seluruh mata menatap Chesna.

“Bokap gua tadi bilang ke gua. Minta maaf dia gak bisa dateng karena ada urusan. Terus, dia suruh gua buka akun bank. Dia ngasih gua lima juta buat makan-makan.”

“Terus lo nangis kenapa?” timpal Jiza.

“Dia bilang i love you.” Sorakan memenuhi ruangan, siapa lagi kalau bukan dari Trio Icikiwir, Aheng, Arjun, dan Bagas. Yang alhasil membuat Jiza dan Arga berusaha untuk menenangkan euforia yang berbahagia itu.

“Akhirnya ya bray penantian berapa tahun lo?”

“Empat tahun.”

“Ya udah cari kafe yang buka dua puluh empat jam yok. Kita nongkrong di sana aja.” Arga merangkul seluruh sahabatnya dan mengajak mereka keluar untuk melanjutkan ulang tahun mereka hingga pagi hari.