Bunda, Aku Berhasil.

“Sudahlah Karina, anakmu itu tak akan pernah bisa jadi artis seperti yang kamu impi-impikan. Tidak usah berharap lebih dengan anakmu yang idiot itu.” Karina hanya mendengarkan caci maki dari tetangganya tentang buah hati kesayangannya, Tarendra. Hatinya begitu teriris ketika mereka mengatakan buah hatinya dengan julukan idiot.

Memang, Tarendra itu berbeda. Ketika yang lain dapat berbicara dan membaca dengan sangat lancar, Tarendra masih terbata-bata. Bahkan kemampuan dia dalam berbahasa masih di bilang paling minim dari anak-anak seumurannya.

Tarendra yang tahu, Bundanya selalu menerima komentar miring tentangnya hingga ia menginjak bangku SMA.

“Bun, kalau mereka masih ngata-ngatain aku idiot. Tunjukkin nilai Taren aja ya?” Tarendra sedang sibuk mengikat dasi seragamnya. Kini anak laki-laki yang di labeli bocah idiot oleh tetangga telah berubah menjadi pemuda tampan dan murah hati. Bundanya menghampiri Tarendra dan menaruh roti bakar milik Tarendra dan membantu buah hatinya itu untuk mengenakan dasinya.

“Jangan pernah pamer satupun kepada orang Tarendra, biarkan waktu yang membungkam mereka.” Bunda selesai mengikatkan dasi Tarendra dengan sangat rapi. Ia menatap anak semata wayangnya ini dengan tatapan takjub. Tak percaya saja, dahulu ia melihat anaknya masih kesusahan untuk berjalan, telat membaca, sekarang telah menjadi pemuda gagah dan tingginya telah melebihi dirinya.

“Yaudah deh, Tarendra berangkat ya. Bunda jaga diri baik-baik.” Tarendra mengigit roti bakar buatan Bundanya, menggendong tasnya dan bersalaman kepada Bundanya. Lalu keluar dari rumah dan berangkat ke sekolah.

***

“Tarendra, selamat ya Nak. Kamu lolos audisi untuk masuk ke salah satu agensi. Ibu tahu, pasti Mamamu sangat bangga denganmu.” Tarendra sedang bertemu dengan guru favoritnya. Guru yang selalu mendukungnya untuk menjadi seorang aktor. Ketika guru lain menganggap miring impian Tarendra, hanya guru itu lah yang mendukung Tarendra.

Namun, perbincangan mereka berhenti ketika satpam sekolah datang dan berkata bahwa Tarendra di jemput Ayahnya dan harus pulang.

Betapa hancurnya Tarendra saat ia datang ke rumah yang telah di penuhi oleh bangku dan orang yang mengenakan pakaian serba hitam. Menemukan sang Bunda yang tadi pagi membuatkannya roti bakar favoritnya, telah berbaring di dalam peti.

“Bunda tadi ga sadarin diri. Habis di bawa ke rumah sakit, eh bablas.” Tarendra hanya diam, menatap Bundanya yang telah tertidur cantik. Hatinya hancur ketika cinta pertamanya di dunia justru pergi meninggalkannya untuk selama-lamanya.

Satu bulan ia lalui dengan ratapan dan tangisan. Beberapa kali orang datang dan mengetuk pintu kamarnya, namun pintu kamar itu tetap tertutup dan Tarendra tak ingin membukanya. Hingga suatu saat ketika ia tertidur, sang Bunda hadir ke mimpinya dan tersenyum kepadanya. Seolah-olah memberi pesan kepada Tarendra.

“Raih mimpimu saat ini. Bunda bangga sama kamu.”

*** Sepuluh tahun kemudian

“Hai, gue mau sampaikan terima kasih sebesar-besarnya buat kalian yang telah hadir di konser perdana gue. Konser ini adalah bentuk terima kasih gue kepada cinta pertama gue di dunia ini. Katanya, jangan pernah tunjukkan nilai kepada orang demi sebuah pengakuan, tapi biarkan waktu yang mengakui segalanya.” Tarendra berdiri di antara penggemarnya. Setelah menangis karena nyanyian selamat ulang tahun dari penggemar yang hadir ke acara konsernya.

“Buat Bunda yang sudah lahirin Tarendra, terima kasih banyak buat semua cinta yang kau berikan.”

© hvangrcnjun ; 2021