Cheating on You
“Ly, percuma hubungan kita berakhir. Karena setiap kali aku mencoba untuk mendekati wanita lain, aku merasa sedang mengkhianatimu,”
“Lyaa,” panggil pria itu. Namanya Tristan Mahatma, seseorang yang pernah menjadi alasanku untuk bahagia. Kini tengah mengejarku untuk entahlah, menjelaskan sesuatu yang sudah jelas? Bahwa hubungan kita telah berakhir? Aku hanya bersikap cuek dan tetap berjalan tanpa memperdulikan panggilannya yang membuat orang di sepanjang lorong kampus merasa penasaran dan memperhatikan Tristan.
“Lyaa, dengerin aku dulu.” Tangannya yang penuh urat itu meraih pergelangan tanganku, dan reflek saja aku memutar badanku dan aku menatap wajahnya yang sangat tidak realistis bagaikan tokoh anime yang keluar ke dunia nyata.
Mataku terpana menatap kedua bola matanya yang sangat bulat. Wajahnya memelas tanda bahwa ia sedang membujukku agar mau mendengarkan penjelasannya.
“Bukannya udah jelas Tristan Mahatma, kita sudah bukan lagi sepasang kekasih. Jalani hidupmu sendiri ya. Gua mau bimbingan buat skripsi dulu. Permisi,” ucapku sembari menundukkan kepala untuk bersikap sopan. Namun justru cengkramannya kian kencang dan aku harus menghela nafas secara kasar dan membiarkannya untuk bercerita.
“Jadi ... kamu putusin aku karena suatu masalah yang aku saja tidak tahu apa masalahnya. Kamu mengajakku untuk mengakhiri hal ini dan bodohnya aku memilih untuk mengiyakan begitu saja tanpa peduli bahwa kamu justru membutuhkan suatu penolakan untuk mengakhiri hubungan tersebut.” Aku hanya diam menahan agar cairan bening ini tidak meleleh begitu saja dan menghiasi pipiku Aku mencoba untuk mendongakkan kepala, pikirku supaya cairan bening itu kembali masuk namun hasilnya nihil. Malah air magtaku turun begitu saja dan menghiasi wajahku.
“Jangan nangis. Aku lemah tiap lihat kamu nangis. Apalagi alasan kamu menangis adalah aku.” Ia menangkupkan pipiku lalu menatap wajahku lekat-lekat. Aku menatap sebuah bekas luka di bawah matanya, sebuah bekas luka yang bentuknnya mirip dengan kelopak bunga mawar.
“Setiap ngelihat kamu nangis, aku ngerasa jadi pria paling brengsek di dunia,” “Kalau lu merasa begitu, lu juga brengsek di mata perempuan yang lu dekati itu. Dia sayang sama elu tapi justru lu masih deket-deket gua.” Ia terdiam lalu mengedarkan pandangannya lalu kembali memfokuskan pandangannya kepadaku.
“Ly, dia cuma temen. Kamu tetap wanita yang aku sayangi setelah Bunda. Kenapa perempuan itu aku anggap sebatas teman? Karena setiap kali aku dekat dengan perempuan itu, aku selalu saja ingat kamu. Setiap kali aku berusaha untuk menyukainya, aku merasa telah mengkhianatimu.”
©hvangrcnjun ; 2021