Code Blue Pertama

Manik hazel milik Elion menangkap sebuah ambulan yang tiba, suara sirinenya sangatlah bergemuruh. Menandakan bahwa di dalamnya terdapat pasien darurat.

Pemuda itu berlari mendekati pintu ambulan, membantu petugas untuk menurunkan pasien yang tak sadarkan diri di atas brankar.

“Pasien henti jantung. Saksi mengatakan kalau korban tidak sadarkan diri sekitar lima belas menit sebelum menelepon. Kita perjalanan sekitar tiga puluh menit.”

Tanpa aba-aba, Elion langsung menaiki brankar, lebih tepatnya dirinya tengah mengungkung pria yang tak sadarkan diri itu di antara kaki jenjangnya lantas mulai melakukan RJP—Resustasi Jantung Paru—dan berusaha memanggil nama pasien. Dirinya tak peduli akan dokter-dokter magang yang menatap heran kepada pria taurus itu.

“Kenapa kalian cuman diam? Code blue!” Pria itu berteriak, lantas menitahkan perawat untuk memasang dengan sigap alat-alat pengecek tanda vital.

Tangan Elion tidak lepas dari atas dada pasien walaupun dirinya tidak berada di atas brankar lagi, tangannya masih berusaha memompa. Tak peduli akan keringat sebesar biji jagung yang terhias di pelipis.

“Siapkan 200 Joule,” ucap Elion yang menatap lekat-lekat seorang dokter yang ada di depan. Lalu tangannya menerima alat pacu yang telah diolesi sebuah gel dan langsung ia ratakan.

Sebenarnya, pemuda itu masih ragu. Tapi dirinya sendiri sudah berjalan sampai di detik ini. Jadi apa boleh buat? Dirinya harus memastikan pasien itu sadar.

Clear!” intruksinya. Semua dokter dan perawat menjauh dan mengangkat tangan. Membiarkan Elion mendekatkan diri dengan defibrilator itu ke dada sang pasien untuk mengejutnya.

Pemuda itu melakukan kurang lebih tiga kali kejut. Hingga pada akhirnya, ketika ia telah memastikan tanda vital pasien berada pada normal. Yang artinya, pasien telah selamat dari masa kritisnya.

“Keren banget. Jujur, saya kalau jadi anda tidak akan berani memegang peralatan medis seperti ini.” Seorang dokter datang dan menjabat tangan Elion. Dapat pemuda itu lihat dengan jelas, ID card yang ia kenakan menunjukkan identitas bahwa sang lawan bicara adalah dokter jantung di rumah sakitnya.

“Oh, saya lupa perkenalan. Saya Dokter Valen. Omong-omong, kamu melakukan RJP dengan sangat baik. Tidak ada niatan kah untuk bekerja di sini?”

Elion tertawa pelan, lantas menjabat erat pemuda bernama Valen itu.

“Santai aja, gue Elion Pangarep. Harusnya sih besok gue baru masuk. Tapi ya gue lagi nungguin itu cewek gue,” tutur Elion dengan dagu yang menunjuk ke arah Anna yang kini tengah mengobati seorang wanita paruh baya.

“Oh, salam kenal. Semoga kita menjadi partner yang baik.”

Elion hanya tersenyum ketika pemuda itu menyelesaikan pembicaraan, lantas ia langsung saja mendengus dan sedikit membicarakan lawan bicaranya tiga puluh detik lalu.

“Kamu kok di sini sih, El?” Anna mendekat, dengan tangan yang ia masukkan ke dalam kantung snelli yang ia kenakan.

“Magang sehari sebelum gue besok kerja beneran.”

“Ih seriusan keterima??” Elion mengangguk dan menepuk dadanya sombong. Seolah-olah dirinya berhasil mendapatkan jackpot termahal.

“Sekarang aja yuk. Aku beliin di mesin minuman aja. Sekalian perayaan, soalnya aku denger-denger kamu lakuin CPR kan?”