Dialing You

Langkah kaki Cassiopeia membawanya bergerak mengitari salah satu mal terbesar di ibukota. Beberapa kali ia harus berhenti, memijat kakinya yang terasa pegal sebab sepatu heels yang ia kenakan. Ia menyesalkan, mengapa dirinya tidak memilih untuk memakai lift saja agar menghemat waktu dan tenaga.

Sudahlah, kayu sudah menjadi arang. Cassiopeia hanya dapat menyesali hal itu sembari menggerakkan kedua kakinya menuju salah satu restoran Korea.

Annyeonghaseo, Eonni! ada yang bisa kami bantu?” sapa seorang pramusaji dengan begitu ramah kepada gadis berambut ikal itu. Cassiopeia terkejut, ia bahkan ikut menyapa wanita dengan pakaian hanbok itu dengan gaya yang sama persis dengan kebiasaan orang Korea di drama tontonannya.

“Saya ada janji di sini, atas nama Johan Prince.” Pramusaji itu seketika berbicara melalui interkom, netra Cassiopeia beberapa kali menangkap anggukan kecil wanita di depannya seolah-olah tengah mendengarkan sesuatu dari earphone yang menyumbat telinga kirinya.

“Tuan Muda Andaru sudah menunggu Anda, silakan lewat sini.” Pramusaji itu berjalan mendahului Cassiopeia, gadis itu mengekor di belakang wanita yang mengenakan pakaian adat Korea, menelusuri ruang makan yang ditutupi sekat, sepertinya ini ruangan untuk para kolega-kolega bisnis yang sedang rapat.

“Ini ruangan Tuan Muda Andaru,” ucap wanita itu sembari menggeser kedua pintu dan menampilkan tubuh yang sangat tak asing bagi Cassiopeia.

Gadis itu mengucapkan terima kasih kepada sang pramusaji dan melepaskan sepatu untuk naik ke atas tempat lesehan privat itu. Sedangkan Johan kini berkata kepada wanita yang mengantar Cassiopeia untuk mengeluarkan satu-persatu hidangan yang telah ia pesan.

“Lo gila Jo? Andara's Kitchen ini restoran termahal di Jakarta! Bahkan selalu dapat urutan teratas di segala situs food rating. Lo seriusan, ajak gue ke sini?”

“Ini restoran punya gue, Cas. Makanya tadi di pintu tulisannya Mr. Andaru's Room kan?”

Cassiopeia tersedak salivanya sendiri, sejak kapan pemuda itu menjadi se-tajir ini? Ia benar-benar tidak percaya jika orang yang duduk di depannya saat ini adalah orang yang sama saat dahulu berada di rooftop karena ketakutan dikejar Intan, hantu sekolahnya.

“Gue juga heran kok bisa kayak sekarang, Cas. Dulu patah hati gue gara-gara lo pacaran sama Samudera malah gue belokin buat buka bisnis corn dog eh tiba-tiba viral dan sekarang gue bisa buka restoran dan banyak hal lainnya,” jelas Johan.

Cassiopeia menggeleng dengan cepat, lantas berkata kepada Johan dengan nada candanya, “Gimana? Lo mau jadi sugar daddy gue aja gak?”

“Lebih tepatnya, gue maunya jadi daddy for your child, sih. Gimana?” Johan tertawa lepas, begitupula dengan Cassiopeia. Mereka lantas mulai bertukar cerita selepas lulus dari SMA Nusantara, bahkan bernostalgia semua kenangan masa SMA selagi menikmati hidangan yang mulai berdatangan.

Dari bertukar cerita itu Cassiopeia tersadar, bagaimana Johan selalu ada di manapun dan kapanpun, bahkan saat Cassiopeia terpuruk sekalipun, Johan selalu ada untuk memberikan pelukan hangat yang ia miliki.

“Jo,” panggil Cassiopeia.

“Apa?” jawab Johan yang menghentikan aktivitas makannya.

“Mulai trial pacaran gimana?”

Johan terlihat seolah-olah berpikir, ia lantas menerima jabatan tangan Cassiopeia dan berkata, “Oke, deal. Tapi lo harus selalu lakukan hal ini.”

“Udah kayak jadi bayi gula gue ... apaan?”

“Angkat panggilan gue. Soalnya gue suka telepon tiba-tiba.”


Cassiopeia menekan satu persatu tombol angka, memasukkan kombinasi agar dapat membuka pintu apartemen yang ia tempati. Pertemuannya dengan Johan berjalan cukup lancar, bahkan gadis itu tak tersadar bahwa hari sudah menggelap dan ia harus segera pulang untuk mempersiapkan diri sebelum berkerja nanti malam.

Gadis itu melepas sepatu heels yang menyiksanya. Berjalan menuju dapur dan meraih sebuah teko serta gelas kaca, menuang air putih yang ada di dalam teko ke dalam gelas, lalu meneguknya.

Tetapi, baru juga air itu terminum setengah gelas, sebuah panggilan masuk dan mengganggu ketenangan apartemennya. Cassiopeia kira bahwa panggilan masuk itu dari Adi, temannya di stasiun televisi yang mengabari bahwa ada sebuah kejadian dan Cassiopeia ditugaskan untuk meliput langsung ke TKP.

Ia lantas menggeser tombol hijau, menempelkan benda pipih itu ke telinga seraya berkata, “Iya Di, ada apa? Gue lagi di apartemen.”

“Udah di apart?” Suara bariton Johan justru mengejutkan Cassiopeia. Ia langsung memeriksa nama kontak dan rupanya itu panggilan dari Johan, pria yang baru saja ia temui tadi.

“Gue kira tadi temen gue di kantor ... ada apa, Jo? Kok lo telepon padahal baru aja ketemu.” Cassiopeia menarik kursi, lantas duduk sembari mendengar suara pria yang ada di seberang panggilan.

“Gue nunggu panggilan lo dari tadi, awalnya gue mau telepon duluan ... tapi takutnya lo masih di jalan ... tapi gue gak sabaran nunggu satu jam lagi, jadinya gue telepon deh. Syukurlah kalau lo udah di apart sekarang.”

Cassiopeia mengulas sebuah senyuman. Setelah sekian lama, ia merasakan kembali rasanya diberi perhatian kecil oleh lawan jenis. Gadis itu justru berceletuk, “Lo gak ada meeting kah? Kan lo big boss.”

Tawa Johan meledak, ia menjawab bahwa jadwal meeting-nya hari ini telah usai. Pemuda itu mulai bercerita begitu panjang tentang hari ini, dari tidak sengaja ke siram salah satu petugaa kebersihan yang masih baru, kekesalannya saat menerima sebuah berkas yang menggunakan lembar bekas, bahkan sampai ia yang menunggu selama dua jam lebih untuk keluar dari gedung parkir mal karena macet.

“Apes banget ya hidup lo ....”

“Enggak juga sih, pas sama lo gak apes gue,” ucap Johan dengan kekehannya. Ia bahkan melanjutkan, “Lo sering-sering tawa ya, Cas. Gue seneng aja debger suara tawa lo. Bener-bener ngobatin hari gue yang buruk.”

Cassiopeia menatap jam di dinding, rupanya ia telah berteleponan dengan pacar sewanya itu selama tiga jam. Ia berkata kepada Johan, “Gue izin tutup panggilan ya, Jo. Gue harus siap-siap ke kantor.”

“Oh oke, lo di sana sampai jam berapa?” tanya Johan.

“Jam tiga dini hari mungkin. Itu kalau gak ada kejadian entah kebakaran atau kecelakaan gitu,” jelas Cassiopeia seraya mengambil jaket miliknya dan berjalan ke luar unitnya.

“Gue nanti ke sana, mau kasih cemilan buat lo sama temen-temen lo. Sekalian, nanti jemput elo pulang. Gimana?”

“Ngerepotin Jo, gak usah!” tolak Cassiopeia. Ia tak enak hati dengan Johan karena merepotkan oemuda itu. Tetapi, Johan justru mengotot dan kekeh akan ucapannya. Cassiopeia akhirnya mengalah, ia membiarkan pemuda itu datang ke kantor redaksinya.

“Oke, hati-hati di jalan.”

“Iya ....” Cassiopeia mematikan panggilan dan memasuki lift sebelum pintu tertutup kembali.