Hari Buruk
“Bang, gue sama Naufal mau main layang-layang. Abang les kan?” Madava berjalan menggendong tas hitam miliknya. Terlalu lama kegiatan monoton yang dilakukan Renjana di sekolah, hingga pemuda itu tak menyadari bahwa pelajaran telah usai dan seluruh teman dan saudara kandung Renjana telah pulang untuk melanjutkan aktivitas mereka.
Kini Renjana berjalan kaki, menyusuri trotoar yang penuh dengan pedagang kaki lima menuju ke tempat ia melakukan bimbingan belajar.
“Renjana, hai!” sapa seorang pria yang tak Renjana kenali. Pria itu tersenyum lantas turun dari mobil untuk menggendong tubuh mungil Renjana.
“Om disuruh Papa kamu buat jemput soalnya dia sama Mamamu lagi ada urusan di luar kota. Gak apa-apa kan kalau bareng Om dulu?” Renjana mengangguk, dan bertanya kepada pria yang menggendongnya tentang jadwal bimbingan belajar yang harus ia lewati hari ini.
“Libur dulu aja, sehari libur gak buat kamu bodoh kan?” Pria itu membuka pintu mobil, dan mendudukkan Renjana ke kursi penumpang lantas memakaikan sabuk pengaman.
Renjana kecil tak tahu, bahwa dirinya berada dalam bahaya. Dirinya justru bersenang-senang dengan pria yang mengajaknya pergi itu.