Hujan tanpa Izin

Sepertinya kota Surakarta memang memaksa mereka untuk menikmati romansa layaknya Dilan dan Milea. Baru juga seratus meter kendaraan itu melaju, hujan deras telah mengguyur mereka tanpa henti.

“Berhenti dulu gak?” tanya Arga yang sedikit teriak sebab suaranya kalah dengan derai hujan. Dibalas dengan teriakan oleh Rara yang tak ingin berhenti hanya sekedar untuk berteduh. Gadis itu sangat tak acuh dengan kaos hijau tuanya yang kini mulai menghitam karena terguyur hujan. Yang ada di benak gadis itu hanyalah untuk sampai ke toko buku sebelum dirinya dan tas yang berisi novel yang ia bawa basah kuyup.

Arga melihat samar-samar bayangan Rara yang basah di spion justru menepikan kendaraannya di depan warung indomie, pria itu masih ingat bahwa Bagas selalu menggantungkan jas hujan di kendaraan tua itu.

“Nih pakai dulu. Gue gak terima pengaduan kalau nanti lo masuk angin.”

“Elo kali yang masuk angin, Ga.” Rara tertawa dan menerima sebuah jas hujan polkadot berwarna merah muda lalu mengenakannya. Arga juga melakukan yang serupa, dirinya juga mulai memakai jas hujan poncho berwarna biru tua dan dirinya langsung mempersilahkan gadis itu untuk menaiki kendaraan.

Namun, karena hujan sudah mengguyur mereka tadi. Setibanya mereka di parkiran Gramedia hanya bisa terdiam. Pasalnya, toko buku berarsitektur Belanda itu tak ada tanda-tanda hujan deras seperti tadi. Cuaca sangat cerah hingga mentari menyinari mereka, walau saja terdapat beberapa rintik hujan yang tak membuat orang menjadi basah kuyup.

“Gila nih kota. Gue di-prank sama hujan doang,” omel Arga sembari melepas jas hujan. Bajunya bagian depan sangatlah basah kuyup, bahkan tak lupa pula bagaimana basahnya masker kain hitam yang ia pakai untuk men-double masker medis di dalamnya hingga ia dapat memerasnya.

“Ini-ini, ganti aja.” Rara memberikan sebuah masker medis berwarna putih yang masih terbungkus dengan rapi. Membiarkan pemuda itu menggantinya agar tidak merasa engap.

Rara masih menahan tawa ketika membayangkan bagaimana Arga tadi bergulat dengan hujan. Sangat konyol hingga dirinya terheran-heran bisa menyukai pria yang memaki-maki langit karena hujan yang sangat deras itu.

“Ya udah ayo masuk,” ujar Arga sembari menggenggam tangan Rara, tak peduli akan tubuh mereka yang menggigil karena baju yang basah. Siapa tahu kan, nanti kering sendiri di dalam dengan bantuan AC.