Ini Reuni Sekolah atau Reuni Hati?

Langkah kaki pria itu mulai mendekat ke arah gerbang sebuah acara bazaar yang padat akan pengunjung. Tak heran sih, mengapa bazaar tahun ini sangat padat pengunjung, sebab pria itu menangkap penampilan seorang artis ternama tengah tampil di atas panggung. Namun ada satu hal yang pria itu amati dengan seksama, yaitu semua orang berpenampilan semenarik mungkin, hanya pria itu saja yang mengenakan celana kain hitam, kemeja putih yang ia masukkan, dan tak lupa juga, pria berpawakan tinggi semampai itu menggulung lengan bajunya. Yang alhasil, menambah ketampanan yang sedari tadi ia pancarkan. Hingga menarik perhatian beberapa orang yang pria itu tebak dari seragam yang mereka kenakan, bahwa yang menatapnya itu adalah siswa dari SMA Maris Stella yang belum pulang. Mungkin menjaga stan terlebih dahulu.

“Ini si Rejak kemana dah.” Pria itu berdiri di depan gerbang yang bertuliskan Pentas Seni SMA Maris Stella dan membuka ponselnya untuk menghubungi seseorang bernama Reza. Sahabatnya sejak bangku SMA.

Nada dering menyapa telinga pria itu, beberapa kali ia mengecek layar ponsel untuk memastikan. Panggilan berdering. Yang artinya, panggilan itu telah masuk di ponsel Reza dan menunggu pemuda itu mengangkatnya.

Woy! Lo di mana?

Suara nyaring Reza memenuhi telinganya, benar-benar ini anak makannya toa masjid setiap hari. Sampai-sampai pria itu menjauhkan ponsel dari telinga agar suara Reza tak merusak gendang telinganya.

“Gue di depan gerbang bazaar. Lo sendiri di mana sih?” ujar pria itu sembari celingukan mencari tubuh Reza yang sedang menelepon dirinya.

Husain Adam Pangemanannnn lo lihat chat grup kaga sih anying? Gue sama anak-anak ada di kelas kita dulu. Buruan. Ini ada seseorang nih.

Panggilan tertutup secara sepihak oleh Reza, membuat pria bernama Husain itu membuka ruang obrolan dan menekan salah satu ruang dengan gambar meme kucing sebagai profile picture-nya. Menemukan sebuah foto yang berisikan Reza, Marz, Karin, Damian, serta tunggu!

“Ayang Sherin dateng?” ucap pemuda itu dan langsung berlari memasuki gedung sekolah. Entah mengapa, hati pemuda itu berbunga-bunga seperti saat pertama dia menembak sang pujaan hati. Namun, langkah kaki Husain terhenti di depan minimarket yang ada di dekat pintu masuk sekolah. Pemuda itu seakan-akan teringat sesuatu dan tersenyum sembari memasuki minimarket.

Kakinya melangkah mendekati deretan kulkas yang berisi minuman, lantas meraih satu kotak susu dan satu botol kopi. Lagi dan lagi, Husain tersenyum. Berjalan mendekati meja kasir dan membayarnya dengan selembar uang lima puluh ribu. Lantas berjalan keluar dari minimarket dan memasuki gedung sekolah.


“Ayaaaangggg!” Husain menghindar begitu saja ketika melihat Reza berlari untuk memeluknya. Merasa sedikit jijik dengan tingkah sohibnya yang terlampau alay setengah mati. Pemuda itu hanya mengintip seseorang dari balik kaca jendela XII IPS 2, melihat seorang gadis dengan rambut panjang yang kini dikuncir. Husain sangat ingat punggung gadis yang selalu ia peluk dari belakang itu. Membuat dirinya kini berjalan melewati Reza dan Damian begitu saja, lalu menyodorkan kotak susu yang ada di genggamannya ke depan gadis yang pernah menjabat sebagai kekasih seorang Husain Adam Pangemanan.

“Lo masih aja pendek. Nih minum susu, biar tinggi.”

“Lo kenapa sih masih rese mulu dari dulu, Sen?” Sherina memutar bola matanya malas, namun hal itu yang membuat Husain terkekeh sembari menarik satu bangku kosong untuk duduk di sebelah gadis itu sembari meneguk kopi yang ada di genggamannya.

“Kan love language gue ribut sama lo, Sher.”

“Eh ini reuni sekolah, ye … bukan reuni hati.” Karin yang duduk di depan Sherina itu mengacungkan garpu plastik ke arah Husain. Bisa-bisanya pemuda yang sudah lima tahun lebih tak berhubungan dengan sahabatnya itu mulai menggoda Sherina dengan cara lama yang sangat membosankan itu.

“Udeh bawel lo. Ngomong aja, kangen gue gombalin kan? Udeh-udah habisin aja itu Pop Mie lo,” omel Husain yang kini kembali berdiri dan berjalan menyusuri tiap jengkal ruangan kelas yang mulai berubah dengan pernak-pernik yang berbeda dari zamannya dahulu bersekolah.

“Udah lama banget gue gak pake nih loker. Sekarang dipakai siapa deh?”

Reza dan Damian menghampiri meja yang ditempati oleh Sherina dan Karin, lantas menarik kursi dan menatap Husain yang tengah bernostalgia dengan loker yang bertuliskan nama murid saat ini.

“Emang loker lo ada resep rahasia Krabby Patty, Bang?”

“Gue inget, dulu si Husain pernah nyoret balik pintunya pakai spidol permanen. Husain love Sherin gitu lah,” jawab Reza. Pemuda itu masih ingat sebab Husain memakai spidol permanen yang selalu ia bawa dulu. Agak aneh memang membawa spidol permanen ke sekolah, namun begitulah Reza si rempong. Apa aja dibawa ke sekolah. Mungkin kalau pengeras suara dapat dibawa, pasti pemuda bertubuh mungil itu sudah membawanya ke sekolah.

Namun nostalgia Husain akan loker kesayangannya harus kandas ketika kehadiran Marz dengan satu bucket KFC dan satu plastik yang berisikan kaleng bir Bintang yang membuat semua anak yang ada di ruang kelas itu bersorak gembira. Mereka sangat menyambut kehadiran makanan utama yang telah mereka nantikan.


CHEERS!” Mereka bersorak sembari mengadu kaleng minuman, lalu menyesapnya sembari melahap ayam yang ada di genggaman. Netra Husain menangkap saos berwarna merah di ujung bibir Sherina. Hingga secara tak sadar, Husain meraih ujung bibir gadis itu dan mengusapnya sembari mengomel.

“Belepotan mulu lo makannya, Cil.” Husain terkekeh ketika melihat Sherina tersipu malu, bahkan akhirnya gadis itu teebatuk karena terkejut, Husainlah yang memberikan kopi yang tadi ia minum agar membantu gadis itu agar tidak tersedak.

“Masih romantis aja lo, Sen. Gamon yak?” celetuk Reza sembari meneguk segelas bir. Membuat semua mata tertuju kepada dua pasangan yang tengah bernostalgia itu.

“Kalian gak mau cerita apa, alesan kalian berdua putus atau gimana kalian jadiannya gitu?” tanya Marz yang memulai untuk membuka buku kenangan atas hal yang pernah mereka alami selama duduk di bangku sekolah menengah atas. Sebuah buku kenangan tanpa wujud fisik, hanya ada di dalam memori jangka panjang mereka yang sewaktu-waktu akan hilang tergores waktu.

Husain memperbaiki posisi duduknya, begitupula Sherina. Namun, pada saat yang bersamaan dengan mereka berdua yang memperbaiki posisi duduk, Damian berceletuk, “Gue penasaran banget sama hubungan Bang Husain. Kayak dulu zaman gue jadi adek kelas, kalian berdua tuh terkenal banget loh jadi couple goals.”

“Bener. Mereka berdua mah ikon pasangan hits SMA Maris Stella.” Reza menimpali, membuat Sherina langsung menoyor kepala Reza dan mendengus kesal.

“Ikon pasangan gimana? Lo tahu sendiri kan kalau gue sama dia tuh kayak Tom and Jerry.” Gadis itu memulai untuk membuka buku kenangan, awal dari kisah masa remaja mereka. Namun sepertinya tak akan mudah, karena kini Husain membekap mulut Sherina dan mengambil alih cerita.

“Jangan percaya jalan ceritanya Sherin. Dia kan pengarang yang andal. Nih, gue ceritain gimana awalnya gue ketemu sama Sherin.” Semua atensi tertuju kepada Husain tatkala pemuda itu mengambil alih cerita yang seharusnya diceritakan oleh Sherina dan pemuda itu memulai untuk membuka buku kisah cintanya dengan seorang Sherina. He’s start to tell them about his love story that other people never know at all. Just Husain Adam Pangemanan and God, the one and only his love storywriters.