Keputusan yang Salah
Wangi vanilla yang manis berbaur dengan aroma jasmine kini menyapa indra penciuman Sherina. Bahkan, aroma biji kopi yang tersangrai saja kalah kuat dengan dua aroma yang mendominan itu.
Sherina berjalan mendekati meja kasir, memberi sebuah senyuman kepada pemuda yang berdiri di balik meja kasir.
“Aku boleh minta hot chocolate signature satu? Dine in aja.”
“Atas nama siapa?” Pemuda itu menatap Sherina lekat-lekat. Bahkan senyuman juga merekah baik di bibirnya maupun kelopak matanya.
“Sherin. S-H-E-R-I-N.” Sherina mengeja satu persatu namanya, karena ia pernah mengalami bagaimana orang kafe selalu salah menulis namanya.
Sherina memberikan selembar uang berwarna hijau, lantas berjalan meninggalkan meja kasir untuk mencari posisi Husain saat ini.
“Ayang bocilkuuuu!” Baru juga Sherina muncul dari balik rak buku, Husain sudah langsung memeluk gadis itu erat-erat hingga tubuhnya hampir terangkat. Membuat gadis itu langsung melepas pelukan Husain secara paksa, walaupun sedikit ada kekerasan sih.
“Ih apaan sih! Malu gue.”
“Sesekali kek lo romantis gitu. Gue lagi baik loh sama lo.” Baru juga perdebatan akan muncul di antara mereka, Reza dengan sigap langsung berdeham. Seakan-akan memberi tahu mereka bahwa ada satu nyamuk yang Husain bawa bersamanya.
“Kok ada lo, Za?”
“Napa? Gak suka? Lagipula suntuk gue belajar di kamar mulu. Gue mau belajar di sekolah juga takut, efek nonton drama korea A-Teen yang hantu bolpoin itu anjir. Gue jadi takut.”
Husain merangkul sang kekasih, lantas meninju lengan mungil Reza, dan berkata “Cupu lo mah, Jak. Ga heran gue.”
“Oh iya, Sher. Ini PUBG mau ada event, gue izin ngajak pacar lo main dulu ya.”
“Kok? Kok gitu Sen ....”
“Bentar doang, sejam.”
“Satu jam?!” Tamatlah sudah riwayat Husain. Mana Reza mulai berjalan menaiki tangga perlahan-lahan lagi.
“Lo gak bisa gitu dong, Sen. Gue harusnya juga lo ajak. Ayo! Main dulu dua ronde. Habis itu ajarin gue.” Husain tersenyum, tak menyangka bahwa kekasihnya juga akan ikut bermain.
“Emang lo rank apa?” Reza tiba-tiba muncul setelah mendengar ucapan Sherina untuk ikut. Karena pemuda itu tak ingin memiliki teman satu tim yang menyusahkan.
“Master.” Sudahlah. Kedua pemuda itu hanya dapat menganga tak percaya.
“Kok lo ga pernah ngajak gue sih, Sher ... gue sama Rejak masih di diamond.”
“Noob kalian mah. Ayo buruan, gue mau belajar juga ini.” Sherina mengenggam tangan Husain dan segera naik menuju lantai dua. Tak peduli akan barista yang memanggil namanya sedari tadi.
Sepertinya, akan ada rencana yang gagal dan menjadi sebuah wacana semata. Karena ketiga bocah itu mulai heboh di depan PC dan menembaki musuh.
“Rejak anjing lo. Gak usah ikut-ikut gue dong.”
“Apaan sih, orang gue numpang naik doang.”
“Kalian berdua lama bener. Sini biar gue aja yang nyetir.”