Ketakutan Samudera

Rasa takut yang menyergap pikiran Samudera tak kunjung menghilang. Bahkan, ketika upacara tengah berlangsung, konsentrasi Samudera benar-benar buyar sampai beberapa kali ia terlambat mengikuti panduan sang pemimpin upacara untuk memberi hormat.

Cassiopeia menyadari ketakutan yang Samudera rasakan dari gerak-gerik pemuda itu yang sangat tak wajar. Ia berbisik dengan salah satu teman barunya di kelas dan bernegosiasi untuk tukar posisi. Hingga jadilah saat ini, gadis berambut panjang yang rambutnya terikat rapi itu berdiri tepat di sebelah kiri Samudera untuk mengenggam tangan sang kekasih.

“Kamu kenapa? Ada masalah?” Yang ditanya hanya terdiam, tenggorokannya terasa begitu mencekat, sampai-sampai Cassiopeia dapat melihat dengan begitu jelas, bagaimana jakun pemuda itu bergerak perlahan menuruni leher dan naik kembali seolah-olah tengah berusaha meneguk salivanya.

“Samudera Timoer ... kamu gak sakit kan? Kalau sakit biar aku panggilin anak PMR.”

Ketakutan Samudera akan sosok Valerie Bjorn sungguh membuat Cassiopeia menggila di barisan. Ia tak mengerti alasan dari pucatnya wajah Samudera, ia tak tahu apa yang pemuda itu alami saat di koperasi, bahkan ia tidak paham akan maksud ucapan pria leo itu ketika memakaikan topi kepadanya tadi. Jujur, tingkah laku Samudera sangat aneh hari ini.

Apa yang lagi Samudera sembunyiin?” tutur batin Cassiopeia yang setia mengenggam tangan Samudera yang begitu dingin karena berkeringat.

Gadis itu tak tahan, ia ingin berbicara dengan leluasa kepada Samudera, jadi yang ia lakukan saat ini adalah berbisik kepada pria disebelahnya itu, “Aku bakal izin ke kamar mandi. Kamu susul, ya. Aku mau ngomong sebentar.”

Tepat setelah mengatakan hal itu, Cassiopeia langsung mengeluarkan jurus seribu bayangnya. Meminta izin kepada salah satu guru yang ada di belakang barisan untuk ke kamar mandi. Cassiopeia menunggu Samudera. Iya, gadis itu menunggu sang kekasih di depan pintu toilet umum sekolah. Menciptakan nada acak dengan ujung sepatu sembari berulang kali melirik ke arah masuk area toilet.

“Saya kira kamu cuman bercanda. Ternyata beneran nungguin saya. Mau bilang apa?”

“Kamu ada masalah apa, Samudera? Ayo cerita. Aku gak suka kamu nyimpen semuanya sendiri.” Butuh waktu beberapa menit untuk Samudera mengumpulkan keberaniannya. Pemuda itu membasahi bibir dengan saliva, lantas berkata kepada Cassiopeia, “Gadis Munich yang dimintai tolong oleh Johan untuk saya pandu ... itu adalah orang yang saya jauhi.”

“Kamu yakin kalau itu dia?” Cassiopeia membuka ponsel, biasanya akan selalu ada info siswa baru di base sekolah dan benar saja, ada satu cutian yang menyebut nama lengkap si gadis baru. Cassiopeia menatap Samudera, lalu bertanya, “Kalau begitu ... nama orang yang kamu berusaha jauhi itu siapa?”

“Valerie Bjorn. Saya ingat nama itu karena saya dulu senang sekali bermain permainan Criminal Case di FaceBook. Iya, nama gadis itu Valerie Bjorn, sama seperti karakter kesukaan saya, Ingrid Bjorn.” Cassiopeia membulatkan mata, tak yakin dengan nama yang disebut dalam cuitan base itu sama dengan yang disebut Samudera.

“Aku nanti bilang sama Johan deh. Bilang kamu lagi sakit atau gimana, oke?” Cassiopeia berjalan pergi, namun Samudera justru mencengkram lengan gadis itu dan memeluknya sejenak.

“Terima kasih ya, Cantik.” Samudera melepas dekapan dan melanjutkan perkataannya, “Kamu kembali duluan saja, saya mau ke toilet.” Cassiopeia mengangguk dan ia berjalan kembali ke lapangan sembari berpikir hal lain, apa yang terjadi dulu sebelum Samudera memilih untuk pindah ke sekolahnya? Entahlah, nanti ia tanyakan saja kepada Johan.