Lari dari Kenyataan
Bagas membuka pintu kaca, membiarkan panas kota Surakarta membakar kulitnya. Sesekali pemuda itu menyapa tukang parkir yang ada sembari netranya yang tak lepas dari aplikasi ojek online.
Sejujurnya, Bagas sudah lupa tentang Sabiru. Namun, hatinya selalu saja memaksa seluruh pikiran yang ada untuk selalu mengingat gadis berdarah Belanda itu. Membuat pria itu mulai menggila dan mengalihkan dunianya ke siaran dan aktivitas kampus. Hingga kopi serta rokok yang menjadi teman sehari-hari.
Hari ini adalah puncaknya, tentang Bagaimana kenyataan bahwa Sabiru tetaplah kekasih Bagas masih terikat di tubuh Bagas. Gadis itu masih kepunyaannya, sampai kapanpun gadis itu miliknya.
“Dengan Mas Bagas?” Bagas tersadar dari lamunannya, mengangguk, dan menerima helm berwarna hijau dengan aksen putih dari sang driver lantas menaiki motor bebek itu untuk ke titik yang terdapat di balik foto Sabiru yang ia simpan di dompet.
Keraton Surakarta Hadiningrat.
Ternyata, lari dari kenyataan cukup menyiksa Bagas. Ia telah memblokir seluruh teman-temannya yang meminta dia untuk kembali ke Jakarta. Bagi Bagas, kota itu sudah tak ada istimewanya sama sekali. Tak ada suara tawa Sabiru bahkan surai rambut yang melambai tertiup angin.
Bagas dahulu mengira, bahwa ia dapat menemukan Sabiru. Namun nyatanya, nihil. Gadis itu tak ia temukan di kota seluas 44,02 km² ini. Beberapa destinasi wisata telah ia datangi satu persatu, namun pemuda itu tak menemukan batang hidung Sabiru.
Kendaraan itu memasuki sebuah jalan yang penuh dengan tembok keraton. Seingat Bagas, tempat ini disebut sebagai Supit Urang.
Bagas membuka ponsel dan memotret pemandangan Supit Urang lalu mengunggahnya ke Instagram pribadinya.