Masih Perkara Bakso

“Kok cemberut sih? Gak suka lo?” Husain menatap Sherina yang masih setia mengobok-obok bakso Malang menggunakan sendok.

“Udah siang, katanya anak kecil kalau jam sebelas udah harus makan biar cepet tumbuh. Makan gih,” ucap pemuda itu sembari mengusap rambut Sherina dengan lembut.

“Kemusuhan gue sama lo. Bisa-bisanya bilang bakso aci padahal bakso Malang.”

“Iya-iya maaf ayang. Ntar gue beliin martabak nutela deh. Kesukaan lo kan?” Sherina mengangguk, namun gadis itu malah menawar kepada pria di depannya itu.

“Sama es krim Cornetto Oreo tapi. Kalau martabak doang mah gue maafin separo.”

“Yeuuuu malah malak.” Husain menoyor gadis itu dan dibalas dengan cengkraman kuat di salah satu tangan Husain sampai pemuda itu mengaduh kesakitan.

“Iye-iye, gue beliinnnnn. Susah bener gue punya cewek tampang SMA isinya masih SD.” Husain hanya mengelus tangannya yang memerah dan tertegun ketika Sherina menempelkan gelas es tehnya ke telapak tangan Husain.

“Maaf buat tangan lo. Sakit kah?”

“Sakit. Lo sukanya kejam banget sama gue.” Kini gantian Husain yang mengerucutkan bibir dan membuat Sherina tertawa. Namun, justru Husain tersenyum saat melihat senyuman Sherina yang begitu merekah.

“Gitu dong. Kan cantik kalau senyum.”

“Bisa gombal juga ternyata.”

“Ajarannya Reza. Dia kan pakar cinta walaupun jomblo karatan. Udah sini gue suapin aja makan lo.”