Medical Check Up

cw // harsh word

“Hai Dhimasta, hari ini seperti biasa ya,” suara suster itu tidak asing di telingaku. Selama satu bulan lebih aku bertemu dengannya terus menerus. Bisa aku bilang, ia yang merawatku selama di rumah sakit ini. Namanya suster Anne. Nama aslinya Anastasya tapi dia lebih sering dipanggil Anne. Dia yang mengurusku terus menerus seperti hal sesepele membenarkan infus yang macet bahkan membantu untuk mengganti kateter yang aku pakai karena sampai sekarang aku belum bisa untuk berpindah sendiri ke atas kursi roda tanpa bantuan Radhit alias berpindah secara mandiri dan ya, ku menghabiskan waktuku dengan tidur dan selalu tidur di atas ranjang ini.

Aku sangat suka ketika suster Anne berkata kepadaku bahwa hari ini adalah jadwalku check up karena di saat itulah aku bisa di pindahkan di atas kursi roda di bantu oleh sebuah alat seperti katrol mungkin, entahlah aku tidak tahu apa itu. Lalu Radhit akan membantu untuk mendorong kursi roda tersebut ke ruangan rontgen untuk melakukan pemeriksaan radiologi dan hasilnya sering diberikan sore hari atau paling lamaadalah keesokan harinya. Tapi aku tidak peduli, yang aku pedulikan adalah mataku yang bisa secara bebas melihat pemandangan yang ada di rumah sakit tersebut.

“Kak, mau jalan-jalan dulu di taman atau langsung ke kamar?” tanya Radhit setelah aku selesai melakukan pemeriksaan radiologi dan pastinya, aku akan memilih untuk menikmati taman terlebih dahulu. Hingga tiba-tiba si kunyuk tiga tersebut datang dari lorong rumah sakit dan pastinya hanya satu orang alay yang berteriak histeris seperti emak-emak yang baru saja menemukan anaknya yang menghilang di pasar malam. Siapa lagi kalau bukan Tristan, Joe, dan Jay. Kalian bisa menebak siapa yang bertingkah heboh. Iya, Jayden yang saat ini heboh dan memelukku erat hingga membuatku merasakan sesak.

“Heh tolol, sahabat lu bisa matilah bego kehabisan nafas,” omel Tristan sembari menabok kepala Jayden menggunakan tangan kosongnya yang ampuh diikuti oleh Joe yang menoyor kepala Jayden.

“Sabar kurang satu lagi buat wakilin si Dhimas,” ucap Joe sembari melepaskan sandal Swallownya dan ia pakai buat memukul kepala Jayden. Sedangkan aku hanya tertawa kecil melihat tingkah mereka karena ya satu, aku masih tidak bisa tertawa lepas akibat rasa sesak ini.

“Gimana check upnya?” tanya Tristan yang hanya aku jawab engan gerdikan bahu. Lalu membiarkan Radhit yang menjelaskan tentang keadaanku yang masih sama saja namun sudah bisa mulai untuk rehabilitasi agar minimal aku bisa berpindah dari ranjang ke kursi roda secara mandiri.

” ... sama itu sih Bang, kalau semisal Kak Dhimas udah ga terlalu rasain sesek udah bisa di lepas aja selang oksigennya,” tutur Radhit yang seperti biasa di sambut oleh sorakan bocah MuLan TiRek alias muka berlian, tingkah gesrek siapa lagi kalau bukan Jayden.

“Tris, Jo, itu si Jay tenggelemin di danau RS aja, malu gua punya temen gesrek kek gini,” ucapku yang seketika membuat Jayden diam dan menurut.

“Oh iya Dhim, gua kan masih punya hutang cerita sama elu. Pas lu udah lepas oksigen ya gua bakal ceritain jalan ceritanya di balik menghilangnya Keith.”

© hvangrcnjun ; 2021