Night Party

Oh my God. Are you lost when go to heaven? You looks like an angel.” Tak habis-habis pemuda itu memuji wanita di depannya. Gaun berwarna putih dengan aksen bunga-bunga berwarna merah membuatnya semakin manis.

“Terima kasih.”

Wanita muda keluar dari balik tirai, dan merangkul Echa sembari menatap mata sang anak.

“Arga, kenapa kamu baru kenalin ke Mama kalau pacarmu secantik ini? Mama gak nyangka aja gitu. Kamu soalnya nempel mulu sama Bagas.” Wanita itu terkekeh, membuat Echa juga ikut tertawa dan membuat Arga tersipu malu.

Mom, don't say that please. Kemarin aku masih ngincer dulu.” “Ya udah. Yang awet pokoknya. Kalau bisa sampai besok lulus SMA terus nikah.” Lagi-lagi wanita muda itu tertawa lalu pergi setelah pamit karena ingin mengurus beberapa pesanan gaun.

“Ini beneran gaun punya Mamamu? Tadi Mama kamu yang bilang gitu.” Arga mengangguk, lalu balik mengenggam tangan Echa.

“Kamu benar-benar cantik banget hari ini. Aku yakin, Luthfian nyesel banget udah campakin kamu.”

“Ih udah deh, gak usah bahas Luthfi. Itu udah berlalu,” gerutu Echa sembari membenarkan dasi Arga yang miring lalu menepuk bahu pemuda itu. Echa juga kagum dengan penampilan Arga saat ini, tanpa kaca mata dan pomade. Persis dengan ucapannya saat di ekstrakulikuler PMR kemarin.

“Okey sekarang kita pesta! Sekarang kita berangkat!” Arga tiba-tiba menggendong tubuh mungil kekasihnya itu dengan gaya seperti pengantin. Membuat Echa tiba-tiba berteriak.

“Arga, please aku malu. Ini banyak orang tahu.” Echa menyembunyikan wajahnya. Merasa malu karena tingkah Arga yang tiap hari semakin random. Kalian tahu, tadi pagi dia mendapatkan sebuah bunga dan coklat. Kata sang Bunda, bunga dan coklat itu dari pangeran berkuda. Lalu tidak masuk sekolah karena flu, dan sekarang? Pemuda itu membuatnya malu karena dia terus menerus menggodanya. Baik di butik, di taksi online bahkan di pesta.


“Gila ini pasangan baru. Gue yang ultah, lo berdua yang heboh.” Arga dan Echa tertawa ketika mendengar ocehan Hendrian yang hari ini berulang tahun. Pria itu tak sendiri, ia bersama kekasih barunya yang kemarin baru saja jadian.

Suasana sangat riuh, gemerlap lampu terus menerus menyorot dan memanjakan mata. Serta suara degub lagu yang berkumandang memenuhi ballroom sebuah hotel berbintang.

“Ya suka-suka gue lah. Iri lo bos?” celetuk Arga sembari menoyor pemuda yang kerap disapa Aheng itu.

“Ya. Sana lo urusin piano dulu. Ntar biar si adek kelas gue yang handle. Intinya lo kudu perform setidaknya satu kali.” Hendrian menarik Arga ke belakang panggung.

Calm down! gue pamitan dulu sama cewek gue.” Arga berbalik menghampiri Echa dan membisikan sesuatu ke telinga Echa.

“Kamu tunggu di depan panggung okey. Aku ada urusan sebentar.” Arga mengacak-acak rambut Echa dan meninggalkan gadis itu.


Echa saat ini berdiri di depan panggung setelah menengguk segelas Fanta.

Lampu pun padam dan berganti menjadi lampu sorot. Membuat mata Echa kini terkunci kepada Arga yang duduk menghadap piano klasik dan memainkan sebuah lagu.

All I knew this morning when I woke, Is I know something now, know something now I didn't before. Is brown eyes and freckles and your smile, In the back of my mind making me feel like.

Permainan piano Arga seketika diganti. Sedangkan pria itu terus bernyanyi sembari menuruni satu persatu anak tangga dan menghampiri Echa.

Di situlah, Echa dan Arga mulai berdansa. Di ikuti oleh seluruh tamu yang ada.

Entah mengapa, Arga sangat menyukai lagu itu. Jikalau orang lain akan berkata bahwa 'everything has changed' artinya sepasang kekasih itu telah menemukan jalan mereka masing-masing, maka bagi Arga. Kali ini mereka saling berubah dan semakin dewasa.

Pemuda itu menatap netra gadis itu lekat-lekat. Mendekatkan jarak antar mereka dan membuat dahi mereka saling menempel seolah-olah bertaut. Arga sangat bahagia ketika melihat Echa saat ini menjadi sosok yang ceria. Dia sangat-sangat bahagia ketika gadis itu menjadi miliknya.

Hingga permainan lagu berubah. Membuat mereka semakin tenggelam di setiap gerakan. Sesekali pemuda itu membiarkan kekasihnya untuk berputar.

“Arga. Thank you for this amazing day.” Arga menggesekkan hidungnya yang mancung ke hidung milik Echa dan terkekeh.


“Aslian lo berdua kudu jadi couple of the year. Kece banget gila.” Rani berucap sembari mengacungkan kedua ibu jarinya.

Acara telah usai setengah jam yang lalu dan kini mereka tengah berada di lift menuju lobby hotel untuk pulang ke rumah mereka masing-masing.

“Kalian balik bareng?” tanya Hendrian yang tak lepas dari kekasihnya dan dijawah dengan anggukan dari mereka.

“Iya, mau ke kantor nyokap bentar. Ngambil tasnya Echa. Nanti kalau mau nongkrong chat aja.” Echa langsung menyikut perut Arga dan membuat pemuda itu mengaduh.

“Oke deh.” Hendrian berjalan keluar. Mungkin pemuda itu hendak menghabiskan malam ulang tahunnya untuk bermanja-manja dengan sang kekasih.

“Kamu jangan main dulu. Istirahat. Kamu bawa obat gak? Kita cari makan. Kamu belum makan kan?” Echa menatap Arga dengan tatapan khawatir.

“Aku lupa bawa. Ya sudah kita makan aja ya.” “Mampir apotik dulu. Kamu harus beli obat maag kamu.” “Iya bawel,” ujar Arga sembari menjepit hidung kekasihnya itu dengan jemarinya.