Petrichor
“Terkadang, aroma hujan itu memiliki kenangan yang berbeda-beda. Entah itu pagi, siang, sore, bahkan malam sekalipun memiliki aroma yang membawakan kenangan yang berbeda.” Kasa menatap netra gadis pujaannya penuh harap. Hari ini adalah tanggal 31 Desember, yang artinya adalah hari terakhir seorang Nayuta Prakasa bisa memeluk dengan erat raga milik Katarina karena hari ini, gadis yang ia elu-elukan di depan rekan satu tongkrongannya hendak pergi jauh. Sangat jauh hingga perbedaan waktu memisahkan mereka berdua.
“Kamu kan anak hukum, Prakasa ... kenapa kamu malah jadi kayak anak sastra begini sih?” Katarina hanya mengusap punggung lebar Kasa yang sedari tadi memeluk tubuh mungilnya seperti koala yang tak mau lepas dari pohon bambu. Sangat erat, hingga ia mendengar suara isakan dari Kasa yang menemani suara hujan turun dan menciptakan melodi yang menenangkan.
“Kok nangis? Hey ....” Katarina mendongakkan kepala Kasa dan mendapati pria kebanggaannya itu tengah menangis.
“Aku cuman ke Netherland sayang. Kamu ini kenapa takut banget?”
“Aku takut sama semua kemungkinan yang terjadi setelah kamu pergi. Aku takut kehilangan kamu, aku benar-benar takut.”
“Aku gak bakal pergi Prakasa ... oke? Aku mau check-in dulu sebelum last call. Kamu jaga diri baik-baik ya sayangku. Sampai ketemu di natal tahun depan dan terakhir, selamat tahun baru!” Katarina berjalan meninggalkan Kasa yang masih mengusap air matanya kasar menggunakan punggung tangannya sembari menatap punggung tubuh kekasihnya yang kian menghilang dimakan keramaian pengunjung bandar udara yang padat.
1 Januari, 10.00
“Tuy, ini pesawat cewe lo kan?” Kasa melihat ponsel milik Adhitama yang menayangkan sebuah berita tentang pesawat yang jatuh ke samudra. Membuat Kasa memiliki firasat buruk dan segera mencari tahu informasi lebih lanjut.
Hingga akhirnya ia mengetahui bahwa itu nomor penerbangan milik Katarina, dan membuatnya segera bangkit lalu menaiki motornya.
“Tuy, Atuy! Gue aja yang nyetirin.” Suara teriakan Adhitama itu tak dihiraukan oleh Kasa. Ia tetap melesatkan sepeda motor itu dengan cepat dan membelah jalan yang masih basah setelah hujan semalam yang tak berhenti.
Hingga semua jawaban dari ketakutannya terjawab ketika ia sampai di kediaman Katarina. Tenda sudah terpasang, dan bendera kuning sudah terkibar. Ia masih denial bahwa ini adalah kenyataan. Ia masih ingat, semalam ia masih memeluk gadis itu dan memintanya untuk membatalkan kepergiannya ke negeri kincir angin itu.
Rupanya malam tahun baru itu adalah saksi perpisahannya yang abadi dengan Katarina dan hujanlah yang menjadi perekam kenangan itu.
© hvangrcnjun ; 2021