Pria Aneh di Perpustakaan

Gemuruh hilir mahasiswa menuntun langkah seorang gadis dengan rambut sebahunya untuk berjalan memasuki gedung perpustakaan, rasanya satu tahun telah ia lalui dengan menutup diri serapat mungkin dengan pakaian serba hitamnya. Bonnie terus melangkahkan kakinya dan membiarkan sol sepatu Converse yang ia kenakan beradu, menciptakan sebuah melodi yang meninggalkan setiap langkahnya.

Gadis itu sangat membenci semua tatapan itu.

Bukan. Bukan dari orang-orang yang memandang aneh pakaiannya. Tetapi hantu-hantu di sekelilingnya yang kini mulai memandang ke arahnya bagaikan menemukan seorang sasaran yang empuk untuk mereka goda.

Andaikan saja, Mahen masih di dunia ..., hela gadis itu seraya berjalan ke arah rak buku fiksi yang ada di ujung. Netra Bonnie lagi dan lagi hanya dapat berpendar malas, melihat buku yang ia tulis tahun lalu tentang Mahen yang hanya menjadi seonggok kertas yang mulai menguning di kumpulan novel fiksi.

Tetapi ada yang aneh di saat ia berdiri di tempat itu karena untuk pertama kalinya, Bonnie melihat sosok arwah yang lebih menarik perhatiannya daripada hantu berwajah rusak maupun berbau bangkai dan amis yang sering ia jauhi.

Pria itu nampak seperti mahasiswa umumnya, namun saat Bonnie melihat ke bawah, tak nampak sedikitpun bayang tubuhnya yang acap kali gadis itu temui pada manusia. Bonnie memejamkan mata, ia berusaha untuk tidak mempedulikan pria tak kasat mata itu dan memilih untuk berputar balik dan berjalan ke lorong sebelah yang penuh akan buku sastra.

“Hai, kayaknya kamu lihat aku. Iya kan?” ucap pemuda asing itu saat Bonnie hendak mengambil sebuah buku. Di rak teratas. Sikap pria dengan jaket flanel berwarna merah yang mendadak dengan menembus rak benar-benar mengejutkan Bonnie yang berdiri di atas tangga. Hampir saja wanita itu hendak terjatuh.

Santai, Bonnie ... dia ... cuman ... hantu ... usil. Begitulah ucapan batin Bonnie saat ia melihat tajam hantu di depannya hingga membuat pemuda itu memilih untuk mundur dan kembali ke lorongnya semula. Membiarkan Bonnie yang kini mengambil sebuah buku sastra dan berjalan menuju meja perpustakawan untuk meminjamnya.

“Kak. Kakak merasa ada yang ganggu gitu gak?” tanya Bonnie kepada pemuda dengan tag nama Adam itu. Ia hanya tersenyum kecil, mengarahkan mesin scan ke barcode buku yang dipinjam oleh Bonnie, lantas meraih kartu identitas milik gadis di depannya.

“Kamu pasti bisa lihat hantu, ya?” tanya Adam dengan suara pelan hingga membuat Bonnie terkejut, gadis itu berusaha keras untuk menggeleng namun Adam yang mengetahuinya sejak pertama kali kedatangan Bonnie ke perpustakaan kampus justru berkata, “Mereka sering lihatin kamu, soalnya aroma kamu beda dari yang lain. Kayaknya kamu habis bantu satu hantu untuk menyebrang ke alam lain ya?”

Adam memberikan buku sastra yang dipinjam Bonnie lantas berkata, “Hantu yang tadi ganggu kamu itu baru di sini. Dia udah lima jam di sini, saya coba ajak dia mediasi tapi dia cuman menggeleng. Kayaknya, dia akan memberikan suatu jawaban ke kamu. Ini ya, bukunya.”

Bonnie hanya tertawa mendengar penuturan Adam yang menurutnya hanyalah omong kosong. “Hahaha, terima kasih Kak.”

Perpustakaan aneh.