Raka dan Air Raksa
Hai! Kalian coba lihat ke arah jendela. Namanya Raka Megantara, anak jurusan biologi yang kini sedang bergelut dengan air raksa di kelas kimia. Rambutnya yang sengaja ia panjangkan sampai menjadi incaran guru BK kini ia kuncir setengah. Matanya asik menganalisis cairan itu hingga pada akhirnya seseorang datang kepadanya.
“Raka!” Pria itu menyiramkan air raksa ke arah wajah Raka. Membuat semua perempuan di kelas itu terkejut. Berbeda dengan Raka yang tadi menahan air itu dengan tangannya agar tidak masuk ke dalam matanya. Ia baru saja membaca bahwa air raksa yang kontak fisik secara lama ke kulit akan berakibat pada kulit kemerahan, gatal, hingga nyeri dan perih. Itulah yang dirasakan oleh Raka. Ia merasakan perih dan nyeri yang teramat sangat di telapak tangannya. Aku yang merupakan anggota PMR segera bangkit dari meja praktikumku dan segera menuju ke arahnya.
“Raka, Raka tahan ya ... Ci, ambilin air,” teriakku kepada sahabatku, Cici. Sedangkan teman satu kelasku yang bernama Adit yang merupakan pelaku penyerangan Raka diamankan oleh guru biologi dan satpam keamanan sekolah. Cici datang membawakan satu baskom air, aku meraih lembut tangan Raka.
“S-sakit Amel. Ah anjing gua mau ngumpat ga bisa!” Raka berteriak ketika tangannya bersentuhan dan masuk ke dalam air karena rasanya terlalu perih.
“Ngumpat aja gapapa, biasanya lu juga teriak abis itu gebuk orangnya kan?”
“Gabisa gua Mel.”
“Kenapa kok ga bisa?” Aku melilitkan kain kasa ke tangannya secara lembut. Mataku terfokus ke kegiatan melilitkan kain kasa dan memberi sebuah plester di tangannya.
“Gua ga bisa soalnya gua ga bisa ngumpat ke arah doi gua.”
“Nah cakep udah kaya pegulat, hah? Lu bilang apa? Lu punya doi? Siapa? Nana? Sella? Maria?” tanyaku penuh keingin tahuan. Raka hanya berterima kasih kepadaku dan berbisik tepat di telingaku.
“Makasih sekali lagi sudah obatin luka gua, calon pacar.”
© hvangrcnjun ; 2021