Selamat Ulang Tahun & Terima Kasih

“Mama aku pulang,” aku menolehkan kepalaku. Melihat gadis kecilku telah pulang namun dengan pakaian yang kotor dan terdapat sedikit luka kecil di pelipisnya. Aku segera menghampirinya dan melihat gadis kecil yang memiliki rupa yang sama persis denganku.

“Kamu kenapa sayang?” Gadis kecilku mulai bercerita bahwa ia habis menerima bully dari teman satu kelasnya.

” ... mereka juga bilang, aku aneh karena aku selalu berbicara sendiri. Padahal aku lagi dihibur sama Fullsun.”

“Siapa itu Fullsun Abby? Kenapa kamu tidak memperkenalkan ke Mama?”

“Fullsun itu malaikat. Senyumnya secerah matahari, katanya Fullsun juga dulu pernah jadi malaikat pelindung Mama sewaktu remaja.” Tunggu, sepertinya aku kenal itu siapa.

“Ah ... Mama ingat, sini Mama ceritain siapa itu Fullsun.”

**

“Ya! Eric berhenti!!! Tugasku jangan kamu bawa lari,” teriakku kepada seseorang. Dia pembullyku yang selalu menghalalkan segala cara untuk membuatku menangis salah satunya adalah tingkahnya kali ini. Namun sayangnya Eric jatuh tersungkur di lorong sekolah akibat tersandung kaki seorang pria.

“Ups sorry, gua ga sengaja.” Pria itu mengambil tugas milikku dan menghampiriku.

“Hai, jangan pernah mau dibully sama anak yang otaknya kaya bocah SD. Salam kenal, gua Haikal mau manggil Ikal juga boleh.” Ia mengulurkan tangannya dan aku membalas salamannya.

Mulai dari situ aku makin dekat dengan Haikal, bocah yang punya seribu cara membuatku bahagia dan terkadang sampai rela mengajak pembullyku untuk bertengkar dan saling adu pukul di lapangan sekolah. Hingga aku memasuki bangku SMA.

“Riakkk, gua pamit ya ... mau rayain kelulusan naik gunung Lawu. Sekalian mau adu sunshine.” Aku tertawa mendengar ucapannya yang hendak adu dengan matahari.

“Gua pasti ga boleh ikut.” Dia menganggukan kepalanya. Katanya anak manis ga boleh naik gunung karena takut disruduk sama babi hutan. Aneh bukan? Tapi itulah Haikal.

Namun keesokan harinya aku mendengar kabar bahwa Haikal telah tersesat dan selang beberapa jam kemudian, sebuah berita tiba bahwa sebuah jasad ditemukan dan itu Haikal.

Aku yang menangis sesenggukan setelah mendengar kabar itu, kini sedang membuka buku jurnal milik Haikal. Menemukan sebuah kalung dengan liontin sebuah batu berwarna ungu gelap. Aku membuka catatan di baliknya.

Ria, lu tau ... gua jatuh cinta sama elu pas awal pertemuan kita, lu tuh unik banget. Mau jadi tameng buat orang yang kena bully di kala diri elu ga bisa ngelindungin diri elu sendiri. Kalau lu baca tulisan ini berarti gua udah ga ada ya? Kan gua paling antipati ngasih liat buku jurnal ini ke siapapun termasuk elu. Nih kalungnya gua kasih ke elu. Itu kalung saksi bisu bokap gua nyatain perasaannya ke nyokap. Batunya tuh seinget gua batu dari pecahan komet atau apaan ya? Lupa gua. Pakai aja ya, gua bakal selalu lindungin elu walaupun gua ga ada melalui kalung itu.

** Aku memegang kalung pemberian Haikal yang kini dikenakan oleh Abby.

“Iya, malaikat Fullsun itu dulu malaikat yang Mama sayangi namanya Haikal. Kadang Mama panggil dia Ikal terkadang juga Mama panggil Echan.” Aku menghela nafas pelan untuk mengurangi rasa pedih di diri ini. Aku melihat kalender yang ternyata telah menunjukkan tanggal 6 April dan aku tersenyum.

“Haikal, terima kasih ya selalu jadi malaikat dan selamat ulang tahun juga. Ria kangen sama kamu.”

Ⓒ︎ hvangrcnjun ; 2021