Si Pria Menyebalkan
Sepertinya Dewi Fortuna berpihak kepadanya ketika kaki pemuda berpawakan cukup tinggi itu menginjak sebuah perpustakaan milik kedutaan besar Belanda.
Pemuda yang kala itu berjalan menyusuri rak buku dengan novel berjudul Trots en Vooroordeel, justru tak sengaja menabrak seorang gadis manis hingga semua buku jatuh dan berhamburan, termasuk buku Pride and Prejudice dalam bahasa Belanda yang ia genggam.
“Ma-maaf,” ucap gadis itu sembari berusaha memungut satu persatu buku novel miliknya yang begitu tebal. Tetapi, atensi Samudera tertuju kepada kalung yang teruntai keluar dari kaos putih yang gadis itu kenakan. Cincin yang menjadi liontin itu rasanya sungguh tak asing bagi Samudera. Sebuah cincin yang memiliki dua lapis dan disandingkan oleh sebuah liontin inisial C yang gemerlap.
Samudera meraih buku miliknya, menuruni anak tangga melingkar, lalu beranjak ke salah satu kursi berwarna biru dongker yang berada di dekat jendela putih yang cukup tinggi itu. Suasana di luar yang tengah diguyur hujan, ditambah dengan sebuah bacaan benar-benar membuat pemuda itu merasa tenang. Akan tetapi, gadis yang bukunya menjunjung tinggi itu merasa tak terima karena tak ada satu kalimat maaf yang terlontar dari bibir Samudera. Hal itu benar-benar membuatnya kesal dan memilih untuk mengikuti pria asing itu ke tempat duduk sembari menatap Samudera yang matanya mulai menjelajah di setiap baris kalimat di novel itu.
“Sorry, Sir. Can you speak Indonesian? Or Dutch maybe?”
“Ich spreche Deutsch. Wenn Sie hier sind, um Ihre aufgetürmten Romane zu lesen, seien Sie bitte ruhig, ” ucap Samudera yang kira-kira berartikan bahwa ia berbicara dalam bahasa Jerman dan memohon gadis itu untuk diam. Alhasil, Cassiopeia terdiam dan mengurungkan niatnya untuk memarahi pria itu.
Tetapi Samudera terkekeh dalam hati. Gadis itu masih sama seperti dahulu, ramai dan menggemaskan. Samudera membalik halaman, sembari iris coklatnya yang berusaha mencuri pandang kepada wanita yang kini bergulat dengan buku-buku tulis dan Post It yang berwarna-warni, dan juga dengan novel yang ia bolak-balik secara cepat.
“Lebih baik di meja sana aja,” celetuk Samudera yang langsung berdiri dan pergi sebelum gadis itu menyadari bahwa ia dapat berbicara bahasa Indonesia. Intinya, Samudera kini tahu, jikalau ia menemukan tempat bermain gadis yang dahulu memakai pakaian overall yang menggemaskan.
“Cassiopeia, semoga kita bertemu lagi,” ucap batin Samudera ke meja perpustakawati untuk meminjam buku novel Trots en Vooroordeel dan membawanya pergi keluar sembari jemarinya yang setia mengetik sesuatu untuk ia unggah di Twitter pribadinya.
Senyuman masih tersimpul rapi di wajah Samudera tatkala mobil Avanza hitam yang tak lain dan tak bukan adalah taksi online yang ia pesan mulai berjalan menjauh dari gedung berwarna putih dengan nama yang diambil dari nama seorang pastor Belanda. Samudera benar-benar jatuh cinta untuk kedua kalinya kepada gadis itu, walaupun rambut Cassiopeia tak terkepang dua sekalipun.