Siuman

Dua bulan setelah kecelakaan

Aku mengerjapkan kedua kelopak mataku. Sungguh, hanya untuk membuka mata saja rasanya sangat berat. Sayup-sayup ku dengar suara entah apa—yang aku sadari ternyata adalah sebuah monitor jantung—serta suara Bunda yang nampaknya sedang heboh. Tubuhku masih lemas, dan aku tidak bisa berbicara akibat selang sialan ini yang membantuku untuk bernafas harus masuk melalui mulutku.

“Kak, akhirnya kamu siuman,” aku mendengar suara Bunda yang kini tengah menggenggam tangan kananku yang berhiaskan sebuah Oximeter. Aku mencoba untuk mengangkat tangan kiriku dan mengenggam tangan Bunda, mengusapnya serta memperhatikan tangannya.

Selang satu jam, Dokter masuk ke dalam ruanganku dan menyapa Bunda.

“Hai, Adhimasta. Saya cek kamu dulu ya,” ucap sang dokter yang kini tengah menyibakkan bagian bawah selimutku. Lalu mengeluarkan sebuah palu refleks dan mengetuknya di lututku.

Jujur. Aneh. Aku tidak merasakan apapun dan seingatku berdasarkan drama Korea yang sering aku lihat tentang medis, hal itu adalah hal yang buruk.

Betul saja, akibat dari kecelakaan itu, aku harus duduk di kursi roda hingga hari dimana aku menulis cerita ini.

Ⓒ︎ hvangrcnjun ; 2021