Take Care, Elion

Suara dentingan gelas bir yang saling beradu terdengar sangat menyenangkan. Elion, Anna, Tian, Nadiem, dan Zio kini berada di salah satu rumah makan yakiniku yang ada di dekat rumah sakit, menikmati daging panggang beserta satu gelas penuh berisi bir—kecuali Zio yang meminum Coca-Cola.

“Oh iya, Dim. Gue belom kenalin ke elo. Ini adek gue, Elzio. Kalau yang paling sepuh ini, panggil aja Tian.” Elion menuntun Nadiem untuk berkenalan dengan adik serta manajernya itu. Membiarkan mereka saling berjabat tangan dan berkenalan.

“Elzio, panggilnya Zio, jangan kayak Kak Eli yang manggilnya Cia Cio Cia Cio.” Elion hanya terkekeh sembari mengacak rambut adiknya, sebab lucu saja ketika melihat adiknya kesal karena nama panggilannya yang ia ubah.

“Sebastian, panggil saja Tian. Saya sepupunya Elion,” ujar pria itu berbohong. Akan sangat berabe jikalau pemuda di depannya saat ini tahu jikalau dirinya adalah manajer Elion.

“Gak usah bilang sepupu, gue juga tahu kok kalau lo manajernya dia. Gini-gini gue juga trainee idol yang gagal. Lihat elo yang kayak gini langsung sadar kok.” Nadiem menaruh daging sapi itu di atas perapian, membiarkan sang jago merah yang membara untuk membakar daging itu hingga kecoklatan.

Sedangkan Elion kini menatap netra Anna lekat-lekat, membuat rasa lelah yang ada di tubuhnya kini terangkat. Namun justru, semua masalah hari ini masih menghantui dirinya.

Entah mengapa, jemarinya bergerak menuju tangan sang kekasih yang ada di atas meja. Hingga sebuah cengkraman dari seberang yang menyadarkan dirinya.

“El, jangan gitu ih. Untung ga kesamber api. Ini juga Nadiem, bisa-bisanya yang bakar heboh banget.”

Rupanya, Elion tak sadar bahwa dirinya menggerakkan tangan kanannya mendekati perapian dan hal itu bertepatan dengan api yang membumbung tinggi. Hasil dari pembakaran lemak dari daging.

“Ya salahin dagingnya yang banyak lemak, kok salahin gue.”

“Udah-udah, gue yang salah gara-gara melamun. Ayo makan.”

Mereka mulai menyantap daging panggang itu dengan lahap. Memang tak salah jikalau dokter magang suka sekali makan di restoran yakiniku yang satu ini, karena dagingnya yang juicy dan berlemak ini sangat memanjakan lidah mereka.


“El, gue balik duluan ya. Anak gue nyariin dokternya yang tampan ini. Thanks buat traktirannya.”

Nadiem tersenyum dengan sangat lebar, lantas memberi isyarat sampai jumpa dengan dua jemarinya yang ia tempelkan di ujung alis dan dilambungkan setinggi mungkin sebelum akhirnya pemuda itu berbalik badan dan berjalan santai.

“Cio balik rumah Mama aja, ya. Tolong ya, Bang.” Elion menepuk bahu pemuda bernama Sebastian itu. Sebelum akhirnya mereka pergi dan menyisakan kedua sejoli itu.

“Jalan-jalan dulu aja, ya,” tawar Elion dan dijawab dengan anggukan kecil dari Anna.


Baru juga setengah jam mereka berjalan, masalah baru langsung menimpa Elion.

Terdapat sebuah bola basket yang melambung dengan sangat cepat ke arah sang kekasih, membuat Elion merentangkan salah satu tangannya untuk menangkap bola itu.

Memang, bola itu tertangkap dengan mulus dengan satu tangan. Namun, pemuda itu merasakan ngilu yang teramat sangat di pergelangan tangannya.

“Kenapa, El?”

“Bolanya baru dipompa ya? Buset keras banget.” Elion melempar bola itu ke ring dengan tangan kirinya dan entah mengapa, justru bola itu mencetak angka. Membuat dirinya, Anna, dan beberapa remaja yang sepertinya pemilik bola basket itu merasa tak percaya.

“Coba tangannya diputerin gini.” Anna mencontohkan gerakan memutar pada pergelangan tangan dan langsung dipraktikan oleh pemuda itu.

“El, jangan gini lagi ya?” Anna meraih tangan Elion, mengenggamnya, dan menatap tangan raksasa itu lekat-lekat.

“Gini lagi gimana?”

“Jangan bikin tangan kamu cidera gini. Tangan itu hal terpenting yang dimiliki oleh dokter. Tangan kamu luka barang kecil aja, kamu gak bisa masuk ruang operasi buat operasiin pasien.”

“Jadi ... gue ga boleh lukain tangan. Gitu kan?” Anna mengangguk dan mengenggam erat tangan pemuda yang selalu memberikan kupu-kupu di dalam dirinya itu.

“Jangan sampai terluka sedikitpun. Entah tangan atau diri kamu, oke Eli?” Gadis itu mengacungkan sebuah jari kelingking, mengajak sang kekasih untuk mengikat janji antara mereka.