Teman Masa Kecil

“Jeje! Di mana kamu!” Elion berteriak, kakinya masih setia melangkah hingga ke belakang taman. Beberapa kali pemuda itu bersumpah serapah, mengapa taman rumah sakit ini begitu besar, dengan lorong yang begitu panjang.

Hingga mata pemuda itu menangkap seseorang, tengah terduduk di salah satu bangku sembari berbicara sendiri. Seolah-olah tengah berbicara dengan mahkluk halus.

“Jeje ...,” panggil Elion dengan sangat lembut. Entah mengapa, hatinya menghangat ketika melihat wajah bocah kecil itu. Ia seperti melihat dirinya di usia lima tahun.

“Jeje itu kayaknya indigo deh, El. Soalnya dia selalu cerita sama aku, kalau dia punya satu temen namanya Agam. Dia jelasin detail banget sampai kesukaannya Agam sama buku-buku filsafat.

Aku kaget, soalnya Agam itu pasien yang ada di ICU. Kamu tahu hal lainnya? Agam itu gak ada keluarga sama sekali. Cuman pacarnya yang dateng dan emang bener, pacarnya bilang kalau Agam suka banget sama buku filsafat.”

Penjelasan Anna masih terngiang dengan jelas di benak pria itu. Dia pernah merasakan sama seperti Jeje, melihat dan berkomunikasi dengan mahkluk gaib setelah kejadian yang hampir merenggut nyawanya saat berusia lima tahun. Namun, dunia itu menghilang saat dirinya menganjak dewasa.

“Kakak boleh duduk?” Bocah kecil itu mengangguk dan mempersilahkan Elion untuk duduk di sebelahnya.

“Tadi ngomong sama siapa?”

“Enggak. Jeje ga bicara sama siapa-siapa kok.”

“Jeje kalau bohong nanti dimarahin Kak Agam loh, Kakak denger-denger kalau Kak Agam itu paling galak se rumah sakit ini.”

“Ihhh ... Kak Agam baik tahuuu!” Bocah itu mengerucutkan bibirnya, membuat Elion tertawa dan mengusak rambut pria kecil itu.

“Kakak pernah kok punya temen kayak kamu sama Kak Agam.” Pemuda kecil itu menatap Elion, memastikan apa yang ia dengar itu benar adanya.

“Tapi temen Kakak kemana?”

“Pergi. Soalnya gak Kakak akuin temen.” Elion memasang wajah sedih, membuat Jeje kini merogoh kantung celana dan memberikan sebuah permen Hot Hot Pop kepada Elion.

“Kakak jangan sedih ... nanti aku kenalin sama Kak Agam.”

Jemari Elion meraih permen kaki berwarna merah itu, membuka bungkus permen itu, dan memasukannya ke dalam mulut sembari tersenyum. Membiarkan matanya membentuk sebuah bulan sabit yang begitu indah.

“Makasih permennya. Ayo balik! Tidur kamu. Kalau ngeyel, Kakak bilangin Kak Agam.”