WILDEST DREAM
“Caramel macchiato Papa mana?”
Baru saja seorang Sastrawan menginjakkan kaki di lantai marmer kediamannya setelah ia bersama sang adik menghabiskan hari hingga sore di makam Mama. Abimanyu sang papa sudah menanyakan satu pesanan yang Sastra saja tak tahu.
Sedangkan Shakila justru lari begitu saja dan masuk ke kamarnya. Tak mau ikut campur dengan permasalahan sang kakak.
“Caramel macchiato apa sih Pa? Orang ga mesen sama sekali ke Sastra.” “Buka chat kamu.” Seketika Sastra membuka pesan WhatsApp dari Abimanyu dan benar saja, sebuah pesan dari sang Papa terpampang jelas.
“Ya mana Sastra tahu sih. Orang Sastra bawa motor.” “Ya udah sini uangnya.” “Hah?” “Uang saya, Sastrawan Abimana Permana.” Sastra seketika langsung merasa kesal dengan sang Papa. Ia kira, Papanya memang mau baik kepadanya, ternyata ada maksud terselubung di baliknya.
“Kok gitu Pa? Gak ikhlas banget.” “Kenapa? Uangnya sudah kamu pakai?” Merasa tersindir, Sastra langsung mengeluarkan dompet coklat miliknya dan melempar uang yang diberikan Abimanyu ke lantai begitu saja lalu berjalan menuju kamar.
“Sastrawan! Jangan kurang ajar kamu!” Abimanyu menggertak begitu saja. Membuat Tama yang mendengar dari rumahnya yang ada di sebelah, langsung masuk ke rumah Abimanyu. Menenangkan sahabatnya yang kini naik pitam karena anak lelakinya yang makin memberontak.
“Lo ini loh Bim. Udah jadi bapak masih aja galak, mana nuduh anak lo pergi jajan sampe sore. Nih gue kasih tahu, dia habis ke makam Kirana. Lo mau gitu marahin anak kesayangan Kirana?”
Abimanyu sepertinya tersadar akan kesalahannya. Seketika saja, pria itu mengambil uang yang dilempar oleh Sastra dan berjalan mendekati anak tangga.
“Anak lo masih marah sama lo wahai Tuan Muda. Biar gue aja yang bilang,” tutur Tama sembari memukul pelan kepala Abimanyu dengan kaset lagu Taylor Swift.
“Kok kamu bawa kasetnya Kirana?” “Iya gue tadi beberes gudang. Nemu ini kaset. Gue simpen karena gue tahu, anak lo satu itu suka banget sama lagunya Kirana.” Tama langsung menaiki anak tangga dan meninggalkan Abimanyu di segala kesunyian.
“Sastra, kamu sibuk gak? Om Tama mau ngomong sama kamu, boleh?” “Kalau masalah Papa, mending jauh-jauh aja deh. Sastra gak mau bahas pria dingin itu.” Tama langsung membuka pintu kamar yang dipenuhi dengan foto Taylor Swift yang merupakan idola Kirana sang Mama.
Di sanalah, Tama menemukan Sastra yang kini sedang menangis sembari menenggelamkan wajahnya di balik bantal seperti gadis puber yang baru saja putus cinta.
Kamar Sastra sangatlah berbeda. Jikalau kamar adiknya, Shakila dipenuhi dengan berbagai macam alat canggih dan kekinian, justru kamar Sastra selalu membuat siapapun baik itu Tama maupun Abimanyu untuk bernostalgia ke zaman mereka masih SMA. Tak heran, Tama langsung memasukkan kaset lagu Taylor Swift ke dalam pemutar kaset milik Sastra dan memutar satu lagu yang sangat Tama ingat.
“Ini lagu kesukaan Mama kamu banget. Wildest Dream. Dulu Mama kamu suka banget berlangganan Spotify cuman demi mutar ini lagu sampai sepuasnya. Ada dua versi, yang lama sama versi Taylor dan Mama kamu benar-benar jatuh cinta.” Sastra langsung mendongakkan kepala. Karena kini suara merdu milik Taylor Swift memenuhi kamarnya.
“Beda sama Papa kamu. Dia sukanya lagu korea. Salah satunya lagu dari grup yang lagi adik kamu gila-gilakan.”
“NCT?” Tama langsung menganggukkan kepalanya. Bisa dibilang, Sastra memiliki beberapa lagu yang disukai kedua orang tuanya di salah satu playlist yang ada di platform digital.
“Lagu ini yang bikin Papa kamu pergi ke Los Angeles, beliin satu kaset Taylor Swift sampai hunting buat dapetin tanda tangan Taylor.”
Tujuh belas tahun lalu
“Kamu ini bisa tidak? Berhenti memutar lagu itu? Saya bosan mendengarnya.” Kala itu Kirana tengah hamil buah hatinya yang pertama dan dia selalu saja memutar lagu itu hanya dengan pengeras suara dari ponselnya. Membuat Abimanyu hanya menepuk jidatnya karena tak mengerti dengan kelakuan sang istri.
“Kenapa sih Mas Abim? Ini Sastrawan yang minta tau ....” Gadis itu mengerucutkan bibirnya. Membuat dirinya semakin menggemaskan di mata Abimanyu.
“Ya sudah, kamu mau kaset lagunya Taylor? Saya belikan sampai ke Los Angeles sekalipun.” Kirana langsung memeluk suaminya. Merasa tak percaya bahwa sang suami akan melakukan hal itu bagi buah hatinya.
“Beneran Mas?” “Iya.” Kirana mengecup pipi Abimanyu manja dan tersenyum. Gadis itu paham, bahwa apapun akan pria itu lakukan.
Bahkan, keputusan Abimanyu untuk pindah rumah ke tanah kelahiran sang istri hanya karena permintaan Kirana. Maka dari itu, Kirana percaya bahwa pria kebanggaannya ini tak akan pernah berbohong.
“Makasih Mas. Tapi kalau ribet, gak usah juga gak pa-pa.”
“Seriusan itu Papa sampai beli kaset Taylor dan dapet tanda tangan Taylor?” Tiba-tiba saja, Abimanyu muncul dan menunjukkan foto dirinya bersama Taylor Swift di sebuah polaroid.
“Ini kalau kamu tidak percaya sama cerita Om Tama. Mama kamu ngambek sama Papa sampai akhirnya kamu mau lahir. Tapi tetap saja, Mama kamu simpan ini foto.” Tama hanya terkekeh melihat ayah dan anak ini ketika saling beradu bahwa foto Taylor Swift itu hanya tipuan.
“Mana ada Papa bohong sama kamu. Kamu saja yang suka bohong sama Papa.” “Ya. Suka-suka Papa. Intinya ini foto Sastra simpan. Nanti Sastra potong bagian Papa.” “Ya, jangan. Papa perjuangan itu foto sama Taylor.” “Sehabis seneng gini, gue tebak ... besok atau lusa bakal gelut lagi,” celetuk Tama.
© hvangrcnjun ; 2021