thewallbetweenus
“Pas dulu dateng ke sini bikin jarak pake istilah profesionalitas. Sekarang malah sok penasaran,” cibir Abella yang masih asyik menatap layar iPad-nya. Ia teringat dengan sosok Samuel yang menjaga jarak saat pertama kali ia datang.
Satu bulan yang lalu “Hai. Lama gak ketemu.”
Suara sapa pria yang lahir di awal era milenial itu membuat Abella mendongak. Ia menatap Samuel yang kini berdiri di depan meja kerjanya.
Samuel mengulurkan tangan, namun hanya dibalas dengan tatapan Abella. Hal itu sontak membuat Samuel merasa kikuk setengah mati.
“Très bien. c'est ce que tu veux. je vais professionnel. voici mon contrat signé. et puis-je commencer mon travail?” >Baiklah. itu yang kamu inginkan. Saya akan profesional. Ini kontrak saya yang sudah ditandatangani. dan bisakah saya memulai pekerjaan saya?
“Tunggu dulu di ruang meeting. Gue panggilin dulu Pak Rendra.”
“Bel. Abellaaaa.” Abella tersadar dari lamunannya dan langsung menoleh.
“Oh Tika. Baru dateng?”
“Gue udah dari tadi. Lima menitan ada kayaknya. Lo lagi ngapain?” Abella refleks menutup layar iPad, menghalangi Tika untuk melihat gambar yang sedang ia buat.
“Lo tahu gak sih. User thewallbetweenus lagi rame banget. Padahal gambarnya baru satu doang. Cuman nge-feel banget.”
Abella tertawa kecil, ia menata barang-barang miliknya dan beranjak.
“Gue balik ke meja dulu. Mau prepare buat meeting sama Hubert.”
“Bel, lo gatau kalo lo sama Hubert jadi bahan pembicaraan?” tanya Tika yang membuat langkah Abella terhenti.
“Tahu. Gue sama dia ngebangun tembok kan? Sama kayak postingan thewallbetweenus.”